Hukum Waris di Indonesia



Hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat – akibatnya bagi ahli waris

Terdapat prularisme / keanekaragaman dalam hukum waris di Indonesia, yaitu terdapat tiga jenis hukum yang berlaku dan bisa diterapkan yaitu :
1.      Hukum Waris menurut Hukum Adat
2.      Hukum Waris menurut Hukum Islam
3.      Hukum Waris menurut Hukum Perdata.

Tiap-tiap penduduk  Indonesia dperbolehkan memilih / menundukkan diri pada salah satu hukum waris tersebut diatas. Dalam prakteknya yang sering digunakan adalah Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Untuk penduduk yang beragama Islam menggunakan Hukum Waris yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan untuk penduduk non muslim menggunakan Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Hukum waris Indonesia belum terdapat keseragaman  sebagai suatu pedoman atau standar hukum, dimana tiap-tiap golongan penduduk memberi arti & definisi sendiri-sendiri, seperti terlihat pada sistem hukum kewarisan Islam, hukum waris barat dan hukum waris adat. Namun demikian berbicara mengenai hukum waris, ketiga sistem hukum waris itu sepakat bahwa didalamnya terdapat tiga unsur penting yakni, adanya harta peninggalan atau harta kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris dan adanya ahli waris.

Corak hukum waris di Indonesia saat ini masing-masing mempunyai warna dan karakteristik tersendiri, memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan alam pikiran serta jiwa pembentukannya, yang masing-masing hukum waris mempunyai latar belakang sejarah serta pandangan hidup dan keyakinan yang berbeda-beda pula yang mengakibatkan terjadinya pluralisme hukum waris di Indonesia.

Untuk saat ini  kecil sekali kemungkinan untuk dapat menciptakan unifikasi dan kodifikasi hukum waris, mengingat kebutuhan hukum anggota masyarakat tentang lapangan hukum bersangkutan adalah beraneka ragam dan sering berbeda satu dengan lainnya sedemikian rupa sehingga perbedaan tersebut tidak mungkin disamakan. Disamping itu terkait pula dengan hubungan dan didominasi oleh perasaan, kesadaran, kepercayaan dan agama, dengan kata lain bertalian erat dengan pandangan hidup seseorang. Meskipun demikian dalam perkembangannya sudah banyak golongan masyarakat luas yang tidak lagi mempertahankan hukum adat lamanya akan tetapi sudah menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dengan mengikuti Hukum Waris Islam ataupun Hukum Waris Perdata.
Demikian sekilas Hukum Waris yang berlaku di Indonesia saat ini.

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA


Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat / Pengacara di Indonesia harus berlandaskan dan berpegang teguh kepada Kode Etik Advokat. Karena Kode Etik Advokat merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan profesi Advokat yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

Kode Etik advokat Indonesia disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 oleh beberapa organisasi profesi saat itu yang telah ada. Organisasi-organisasi Profesi Advokat saat itu yakni:
1. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN)
2. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)
3. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI)
4. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI)
5. Serikat Pengacara Indonesia (SPI)
6. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI)
7. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM)

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang¬undangan. Untuk itu, setiap advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesinya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.

Dalam ketentuan Kode Etik , Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang¬undangan, atau pengadilan;
d. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat

Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
1. Teguran Lisan;
2. Teguran Tertulis;
3. Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
4. Pemberhentian tetap dari profesinya.

Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan oleh masing-masing Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sesuai dengan Kode Etik Profesi Advokat.
Jadi apabila anda dikecewakan oleh Pengacara anda silahkan laporkan ke Dewan Kehormatan Advokat.

Pentingnya Pendampingan Pengacara dalam Pemeriksaan Polisi



Dalam suatu perkara pidana penyidik kepolisian selalu memanggil dan minta keterangan dari pihak-pihak tersangka dan saksi-saksi  yang dianggap mengetahui / terlibat dalam perkara pidana yang sedang di proses. Tersangka atau saksi berhak untuk didampingi oleh pengacara dalam menjalani pemeriksaan / penyidikan di kepolisian.

Dalam praktek tidak dapat dipungkiri masih sering terjadi perbedaan perlakuan oleh penyidik terhadap terperiksa  yang didampingi Pengacara dengan yang tidak didampingi Pengacara.
Terperiksa ( tersangka/saksi) yang tidak didampingi pengacara tidak jarang mengalami perlakuan yang menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana oleh oknum penyidik yang tidak bertanggung jawab, yaitu :
1.   Intimidasi, pemaksaan bahkan kekerasan / penganiayaan terhadap tersangka / saksi yang dianggap tidak mengakui perbuatannya.
2.  Dijebak oleh Penyidik dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyesatkan / menjebak, sehingga bisa memberatkan hukuman dengan tambahan penerapan pasal pidana lainnya, atau bila semula sebagai saksi, bisa saja statusnya di tingkatkan menjadi Tersangka.

Menurut Aturan yang berlaku (KUHAP) Penyidik dalam melakukan pemeriksaan / penyidikan antara lain tidak dibenarkan dengan menggunakan cara kekerasan, penganiayaan dan  intimidasi. Penyidik harus melakukan pemeriksaan tanpa adanya paksaan atau pengaruh dari pihak anapun.
Berbeda halnya apabila seorang tersangka atau saksi bila didampingi oleh pengacara. Dalam praktek sering terjadi sbb :
1.      Dengan didampingi Pengacara, penyidik akan berhati-hati dan tidak sembarangan / semena-mena dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka / saksi.
2.   Penyidik tidak akan melakukan kekerasan, penganiayaan, intimidasi dan pemaksaan dalam meminta keterangan terhadap tersangka / saksi.
3.    Bila terjadi pertanyaan yang menjebak maka pengacara bisa meluruskan dan membimbing terperiksa untuk menjawab pertanyaan dengan benar dan terhindar dari jebakan pasal pidana.

Dengan demikian peran pengacara sangat penting dalam proses pemeriksaan pidana di polisi. Meskipun tidak semua penyidik berperilaku negative,  tapi dalam praktek masih banyak juga oknum penyidik yang menyimpang. Terdapat perbedaan perlakuan yang sangat mencolok dari seorang penyidik antara terperiksa yang didampingi dengan yang tidak didampingi oleh pengacara.